Senin, 11 April 2011

Menjalani Pilihan


Seringkali kita dihadapkan pada beberapa pilihan sebelum melangkah,
ada pilihan langkah yang sulit, sedang atau mudah...
bahkan ada pilihan yang membingungkan,
sehingga membawa kita pada langkah setengah hati dalam menjalaninya.
Islam tak terpaku pada ketiga pilihan ini, semuanya dilaksanakan secara proporsional.
dan tak ada cara untuk memilah-milah aturan mana yang paling ringan dikerjakan.
Ketika kita harus mengambil pilihan sulit, tentunya  kita serius  memikirkan risikonya.
dan kita mampu menahan diri untuk menunda dari meraih kebahagiaan yang diidam-idamkan.
Ketika  mengambil pilihan yang mudah, dan boleh dibilang yang paling banyak disukai,
kita mulai tak peduli dengan urusan orang lain, juga pada lingkungan yang serba susah;
pokoknya bisa menjalani hidup senang.
Menurut Islam, kehidupan dunia sekedar  persinggahan perjalanan anak manusia.
dan akan sarat dengan berbagai ujian.
Semua akan mengalir menurut takaran yang ditetapkan Allah SWT pada fitrah manusia.
Andaikan diantara kita ada yang melampiaskan "Lapar dan Dahaga" nya di persinggahan itu,
maka ia akan lupa diri, bahwa akhir perjalanan kehidupan yang sesungguhnya bukan disini,
tapi tempat lain yang harus dengan susah payah ia capai.
Itulah yang pernah disampaikan Rasulullah SAW:
"Di dunia ini, jadilah kau seperti orang asing atau perantau.
Jika berada di waktu pagi, jangan mengharap akan bertemu sore.
Dan, jika berada di waktu sore jangan mengharap akan sampai pagi.
Pergunakan kesempatan masa sehat untuk masa sakit, dan masa hidup untuk bekal mati."
(HR.Bukhari)
Seringkali kita merasa kuatir pada sesuatu yg belum terjadi,
rasa kuatir apabila keburukan akan menimpa kita,
padahal Firman Allah Subhanahu wa taa'ala di Surah at-Taubah:51
"Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami.
Dialah Pelindung kami, dan hanyalah kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal." 
Sampai disini, terkesan Islam sepertinya memilih kehidupan yang sulit.
tapi sesungguhnya bukanlah seperti itu.
Ketika hidup menjadi sebuah persinggahan, yang perlu diperhatikan adalah unsur keseimbangan.
karena sifatnya persinggahan itu mencari keseimbangan baru.
Firman Allah Subhanahu wa taa'la,
"Dan Allah telah meninggikan langit, dan Dia meletakkan neraca (keseimbangan).
Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu.
Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca (keseimbangan)  itu."
(QS. 55: 7-9)

Itulah yang ditegaskan Rasulullah SAW pada sahabat Abdullah bin Amr bin Ash.
ketika Abdullah katakan ingin mengamalkan Islam sepenuhnya,
dengan berpuasa selamanya, tidak menikah, dan mengabaikan tidur.
Rasulullah SAW mengatakan,
"Demi Allah, aku ini orang yang paling takut kepada Allah dan paling bertakwa kepada-Nya.
Tetapi, aku berpuasa dan berbuka. Aku shalat dan tidur.
Dan, aku mengawini wanita-wanita.
Barangsiapa mengabaikan sunnahku maka dia bukan dari golonganku."
(Mutafaq ‘alaih)
Tetapi masalahnya, ada kecenderungan kuat pada diri kita untuk memilih hidup paling mudah
atau selalu tertarik untuk memilih hidup bersenang-senang.
berawal hanya selingan, tapi berlanjut menjadi kebiasaan.
beban kehidupan yang begitu berat dirasakannya,
yang seharusnya ia curahkan hanya kepada sebuah kekuatan yang Maha segalanya,
namun, karena sesuatu hal, ia mencari kekuatan lain diluar kekuatanNYA,
tanpa sadar, ada sesuatu yang telah bergeser dalam keimanan padaNYA
Nasehat Sayyid Quthb, kita takkan pernah berbuat sesuatu yang besar,
jika kita selalu memilih JALAN TERMUDAH dan RESIKO TERKECIL. 
Ada hal terindah di dunia yang tak terlihat,
ada hal yang tak ingin kita lepaskan,
ada orang-orang yang tak ingin kita tinggalkan.
Dan karena mereka, kita merasa dihargai.
Maka betapa pentingnya orang yang telah menyentuh kehidupan kita.
(KAHLIL GIBRAN)
Tentunya kita semua tahu, 
bahwa kehidupan ini membawa misi besar, yaitu ibadah
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembah-Ku." (QS. 51:56)
Menjaga titik keseimbangan memang bukan perkara gampang.
Orang bisa terpental dari titik ekstrim satu ke titik ekstrim lainnya.
Dari berlebih-lebihan dalam keseriusan hidup kepada kehidupan yang sangat cair.
Sedemikian cairnya hingga tak punya nilai sedikit pun.
Baik nilai ukhrawi, maupun duniawi.
Tidak ada pahala sebagai buah ibadah,
sebuah pekerjaan yang tidak punya nilai apa pun (laghwi), buat dunia, apalagi akhirat.
Dampak itu mengalir dalam jiwa. Pelan tapi pasti.
Itulah kegelisahan dan kesedihan.
Suatu hal yang niat sebelumnya justru ingin dikubur dalam bentuk santai dan bermudah-mudahan.
Rasulullah SAW. mengatakan,
"Seorang yang kurang amalnya maka Allah akan menimpanya dengan kegelisahan dan kesedihan."
(HR. Ahmad)
 Wallahu a'lam bisawab.
Oleh : Ridla Pramesti

Tidak ada komentar:

Posting Komentar